Sembilan Malam Menuju Pelukan Islam
Judul Resensi : 9 Malam Menuju Pelukan Islam
Judul Buku : Dialog Masalah Ketuhanan Yesus
Penulis : K.H. Bahaudin Mudhari
Penerbit : Pustaka Da’i
Cetakan : VIII (Delapan)
Tahun Terbit : 2008
Tebal Halaman : 224
ISBN : 979-1808-90-2
Peresensi : Moh. Syarif Saifa Abiedillah
Dewasa ini, permasalahan tentang suatu keyakinan atau agama sering diperdebatkan bahkan sampai ke muka umum. Perbedaan penerapan tata cara hidup seperti ibadah yang berbeda-beda pada suatu agama atau keyakinan yang sangat beragam tentunya merupakan penyebab utama timbulnya perdebatan tentang mana yang benar, mana yang lebih benar ataupun mana yang paling benar. Sampai-sampai beragam permasalahan seperti konflik pertikaian antar agama, saling hina dan menjatuhkan dan semacamnya juga ikut muncul akibat dari hasil debat yang tidak memuaskan salah-satu pihak. Bisa kita temui hal semacam itu di situs-situs jejaring sosial seperti YouTube, Facebook, Intagram hingga ke pesan-pesan pendek di WhatsApp. Namun sebenarnya hal semacam ini memang tak perlu terjadi mengingat bahwa memilih dan menganut suatu agama atau keyakinan merupakan salah-satu bagian dari hukum Hak Asasi Manusia (HAM). Jelas bahwa memaksa seseorang atau suatu kelompok untuk masuk ke atau keluar dari suatu agama adalah tindakan yang tidak benar. Semua orang di dunia ini mempunyai hak yang tidak bisa diganggu gugat untuk memilih, menganut bahkan untuk tidak beragama sekalipun. Bahkan jika untuk menjalankan suatu perintah agama saja seperti berdakwah oleh dai-dai Islam, atau ajakan oleh para misionaris Gereja, kata ‘memaksa’ tak seharusnya ikut dalam kegiatan agamis mereka.
Islam dan Kristen, dua agama dengan penganut terbesar di dunia ini merupakan agama yang paling sering menemui benturan perdebatan tentang perilaku dan kebenaran beribadah, kitab suci (Al-Qur’an dan Bibel), sampai keyakinan tentang ketuhanan yang Esa ataupun Trinitas. Namun pada hakikatnya, semua hal tersebut sekali lagi merupakan sebuah pilihan yang merupakan hak mutlak. Masing-masing pengajak (Dai atau Misionaris) tak berhak memasukkan kata paksaan dalam kamus misi-misi mereka. Pada masing-masing tugas atau kewajiban dari perintah agama, mereka hanya perlu mengajak dan mengatakan serta menjelaskan kebenaran menurut agama masing-masing, mau atau tidaknya sang objek untuk menerima, itu adalah urusan objek itu sendiri.
Seperti yang terjadi dari sebuah kisah dialog lintas dua agama (Islam dan Kristen) dalam buku “Dialog Masalah Ketuhanan Yesus” ini. Buku yang diterbitkan dari hasil dialog antara penganut Kristen Katholik, Antonius Widuri dengan seorang Kiai asal Sumenep, K.H. Bahaudin Mudhary menampilkan kisah pembandingan dalil-dalil dari dalam kitab Bibel dan Al-Qur’an. Antonius Widuri atau yang lebih akrab disapa Antonius tersebut memang sudah lama menginginkan pertemuan tersebut lantaran ingin sekali membandingkan masalah ketuhanan dalam agama Kristen dan Islam. Akhirnya, disepakatilah bahwa jika pertemuan mereka tidak selesai pada satu malam, maka akan dilanjutkan ke malam-malam yang berikutnya. Pada kesepakatan yang lain pula, dialog tersebut direkam dengan tape recorder atas usul K.H. Bahaudin Mudhary sebagai kenang-kenangan.
Buku ini menampilkan sebuah kisah nyata dialog perdebatan dalam banding-memandingkan suatu dalil antara kitab Bibel dan Al-Qur’an. Suasana yang hangat lagi bersahabat yang disertai dengan keantusiasan Antonius dalam menanyakan banyak perbandingan serta ketelatenan dan kecerdasan K.H. Bahaudin Mudhary dalam menjawabnya membuat sebuah dialog dan perdebatan beda agama ini jauh dari kata memaksa, ricuh atau saling menjatuhkan satu sama lain.
Dialog yang kemudian menjadi sebuah buku tersebut terjadi setengah abad yang lalu, tepatnya pada tanggal 9 Maret 1970, bermula dari sebuah acara selamatan tahun baru Islam (I Muharram 1390 Hijriah) yang diadakan oleh saudara Ahmad Marzuki dari sebuah pesantren di Sumenep, datanglah Antonius Widuri yang ditemani oleh Markan yang beragama Islam dari Padang sebagai akuntan yang sedang ditugaskan di PN. Garam di Kalianget oleh Kantor Akuntan Jakarta. Kemudian atas persetujuan tuan rumah, dialog tersebut disepakati akan terlaksana dengan syarat hanya berkisar pada persoalan agama saja dan tidak menimbulkan pertikaian dari singgungan-singgungan yang tidak perlu. Selanjutnya, dialog tersebut berlanjut hingga sembilan malam lamanya.
Pada malam pertama, Antonius memulai pertemuannya dengan bercerita tentang kegelisahannya dalam menjalankan ibadah dalam keyakinannya. Ia bertekad untuk terus mencari kebenaran tentang ajaran di dalam agamanya. Mulai dari membaca buku-buku Islam sampai akhirnya ia berkisah bahwa mulai malas pergi ke gereja. Semuanya ia ceritakan kepada Kiai Baha (panggilan untuk K.H. Bahaudin Mudhary). Pada malam pertama tersebut pula, Kiai Baha meminta Antonius agar membawa semua kitab Kristen yang dipegangnya untuk malam-malam selanjutnya.
Malam kedua sampai malam yang kedelapan, secara berurutan yang adalah tentang Injil, Ketuhanan Yesus dalam Bibel, Yesus Penebus Dosa, Dosa Waris, Kitab Al-Qur’an dan Kitab Bibel, Mengakui Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Allah dan Perselisihan Ayat-Ayat dalam Bibel. Keilmuan Kiai Baha begitu gemilang sehingga dengan mudahnya beliau memberikan beberapa penjelasan dan kesalahan-kesalahan dalam kitab Bibel yang didasari oleh kekuatan logika. Akhirnya pada malam yang kesembilan, Antonius Widhuri mengambil keyakinan yang dilandaskan pada hatinya untuk berhaluan ke dalam pelukan Islam dengan membaca syahadatain yang dituntun langsung oleh Kiai Baha dan disaksikan oleh 8 orang yang hadir pada malam tersebut.
Didasari semangat yang positif, yaitu kontribusi keilmuan dan juga demi mencari kebenaran yang hakiki, dialog 9 malam yang berlangsung bersahabat ini berhasil mengurai tuntas sendi-sendi paling mendasar doktrin keimanan gereja, khususnya masalah ketuhanan Yesus sehingga dengan kondisi yang demikian, tak ada perdebatan dengan tensi tinggi hingga menguras emosi atau bahkan membuahkan pertikaian dan akhirnya saling menjatuhkan seperti yang banyak terjadi pada akhir-akhir ini. Jika semua dilandaskan dengan rasa saling menghargai satu sama lain, niscaya kalimat ‘penistaan agama’ tidak akan pernah muncul.
Buku Dialog Masalah Ketuhanan Yesus ini dilengkapi dengan kesaksian tertulis Antonius Muslim Widhuri (nama yang diberikan oleh Kiai Baha setelah memeluk Islam sebagai keyakinannya) saat mengakui bahwa dirinya masuk Islam dengan keadaan sadar dan tanpa ada paksaan. Pada terbitan ke delapan, buku ini telah dilengkapi dengan Perubahan Ayat-ayat dalam Alkitab, Mengenal Alkitab/Bibel, Kesan-kesan Pembaca Buku, serta Perjalanan Rohani Antonius Muslim Widhuri. Catatan penting mengenai perjalanan Antonius Mulim Widhuri mungkin akan membuat pembaca terharu akan akhir hayatnya, di mana ia meninggal dalam keadaan sujud saat melaksanakan shalat subuh. Keluarganya mengakui bahwa tak merasakan firasat apapun atau tanda-tanda apapun atas kepergian Antonius Muslim Widhuri, hanya saja keluarganya pernah mendengarkan cerita darinya bahwa Antonius selalu didatangi sebuah mimpi yang sama, di mana ia mendapatkan rumah yang indah dan megah. Kemudian, pria kelahiran Yogyakarta, 8 Mei 1945 tersebut dimakamkan di pekuburan umum di daerah Jatiwaringin Cempaka Pondok Gedhe Bekasi, Minggu, 5 September 2004 pukul 13.00. (Hal: 154)
Bahasa percakapan sehari-hari yang sederhana dengan dibarengi oleh bahasa debat yang lugas membuat isi dan maksud penyampaian dari buku ini menjadi salah-satu keunggulan yang dari buku ini, sehingga siapa saja dapat mengerti dan paham betul apa yang dibicarakan. Bahkan bisa saja, ketika ada orang-orang Kristen lain yang membaca buku ini, sebuah cahaya keimanan akan Tuhan itu Allah dan Muhammad adalah utusanNya mungkin akan terbit di hati mereka. Di dalamnya pun, sudah terdapat beberapa kisah hijrahnya penganut agama-agama Kristen lain kepada Islam yang akan menjadi inspirasi lebih kepada siapa saja. Hanya saja, yang mungkin menjadi kelemahan buku ini adalah sistem dialognya yang cepat membuat pembaca merasa bosan.
Tentu akan lebih mengesankan lagi jika pada setiap pembelian buku pada cetakan selanjutnya juga disertai dengan kaset yang isinya merupakan hasil rekaman asli dialog antara K.H. Bahauddin Mudhari dan Antonius Widhuri serta temannya Markan. Hal ini akan membuat para pembaca mendapat dua keuntungan sekaligus, pertama dari dialog dalam bentuk tertulis dan kedua dari dialog dalam bentuk audio. Pengubahan jenis kertas pada beberapa lembar, khususnya pada lembar foto-foto dokumentasi menjadi kertas sejenis kertas foto tentu akan lebih membuat kesan asli dengan kualitas gambar yang lebih cerah. Alasan tersebut mungkin juga bisa diterapkan untuk cover buku itu sendiri. Perubahan jenis kertas biasa ke hard cover tentu akan menambah daya tarik para pembaca terhadap buku ini.
Terlepas dari itu semua, buku “Dialog Masalah Ketuhanan Yesus” ini benar-benar bisa dijadikan sebagai buku teman perjalanan rohani untuk para Muslim agar dapat bersyukur lebih akan nikmat berada dalam agama yang paling benar. Bahkan untuk mereka yang masih terombang-ambing dalam keraguan terhadap para misionaris gereja dengan Bibel dan Trinitasnya.
Selamat Membaca!
Ditulis oleh;
Moh. Syarif Seifa Ebidillah
Santri Kelas VI IPSI A, Asal Sumenep
Komentar Terbaru