PARADIGMA HUMANISME ISLAM

Judul Buku                  : Islam Yang Santun Dan Ramah, Toleran Dan

                                      Menyejukkan          

Pengarang                   : Dr. Zaprulkhan M.S.I                                                  

Tahun Terbit                : 2017

Tebal Buku                  : 218 Halaman

Penerbit                       : PT Elex Media Komputindo

Peresensi                     : Ahmad Fauzi

Secara normatif-metafisis, Islam memiliki wajah tunggal yang bersifat sakral, transendental, dan transistoris yang melampau ruang dan waktu. Namun secara historis-sosiologis, Islam ternyata memiliki multiwajah yang di pengaruhi secara kultural. Islam yang mempunyai multiwajah ini bisa kita lihat dari dalam kajian teologis (aqidah), yuridis (fiqih), tafsir, ushul fiqih, dan Tasawuf. Dan sebagaimana judulnya, “Islam yang Santun dan Ramah, Toleran dan Menyejukkan” Buku ini hendak menyuguhkan prinsip-prinsip islam yang bertaqwa moderat, humanis, inklusif, santun, toleran terhadap puspa raga pandangan, terbuka terhadap pelbagai perbedaan, menebarkan aroma kedamainan, rahmat, cinta, kasih sayang serta keindahan buku hanya kepada sesama kaum muslim melainkan kepada nonmuslim.

Buku ini hendak menegaskan bahwa agama Islam merupakan living and dynamic religion, agama yang senantiasa bergerak secara dinamis dan hidup, sehingga islam memiliki potensi yang abadi dan masa depan umat Islam dapat membuahkan aktualisasi potensi yang lebih besar ketimbang yang pernah ada di masa silam. Oleh karena itu, Islam harus menjelma spirit dan kekuatan progresif yang selalu menawarkan kesempatan tiada akhir untuk meraih pencapaian dalam bidang material dan intelektual, Moral spiritual yang lebih besar di masa depan.

Dalam era kontemporer dewasa ini, tidak jarang kita menyaksikan tampilnya wajah islam yang garang, Anarkis, Dan menyulut berbagai bentuk kekerasan sosial. Padahal potret islam yang di tampilkan oleh kalangan radikal tidaklah bersifat absolut  dan satu-satunya konstruksi Islam yang benar. Sebab konstuksi keberagaman yang mereka tampilkan secara sosial kepada masyarakt luas dalam bentuknya yang rigid, intoleran, dan terkadang anarkis, hanyalah salah satu bentuk hasil pembacaan mereka terhadap doktrin-doktrin fundamental islam: Al-Quran dan sunnah yang bersifat multi-interpretatif.

Dengan adanya sifat Al-Quran dan sunah yang poly interpretable (hammalat lil wujuh), maka cukup bijak kiranya jika kita menyadari bahwa tidak pernah ada pandangan tunggal terhadap Islam dalam menyikapi problem-problem masalah sosial politik kemasyarakatan. Karakter Humanistik Islam tersebut di tunjukkan dalam keyakinan bahwa pencapaian kebaikan di muka bumi adalah bagian dari merealisasikan kebaikan Tuhan, dan menegakkan keindahan di dalam hidup adalah ciri utama dari pencerminan keindahan Tuhan. Bagi khaled idealnya mendorong dan menyebarkan cinta itu tak terpisahkan dari perintah Al-Quran untuk saling mengenal satu sama lain. Humanisme Islam berarti bahwa dengan mencintai tuhan, orang yang beriman memancarkan kasih sayang dan kepedulian terhadap semua makhluk.

Humanisme Islam selalu merujuk pada nilai-nilai yang akan di jelaskan dalam Resensi ini, Yang pertama: Idul Fitri sebagai momen solidaritas sosial. Istilah  Idul Fitri berasal dari dua kata dalam bahasa arab yakni id yang berarti kembali dan fithr yang berarti asal kejadian atau kesucian. Dalam paradigma pengertian ini, maka makna Idul Fitri adalah Hari Raya kembalinya manusia kepada fitrah kesuciannya. Sebagai bukti bahwa seorang telah ber-Idul Fitri, setidaknya terdapat beberapa karakter yang melekat di dalam dirinya. Pertama, Semakin ikhlas dalam beribadah. Kedua, tubuhnya kepedulian, solidaritas dan memiliki sifat kasih sayang terutama kepada orang-orang yang fakir miskin, anak-anak yatim, orang-orang lemah baik secara kultural maupun secara struktural, dan umumnya kepada orang-orang yang hidupnya di selimuti kabut kesengsaraan.

            Kedua: Halal Bihalal Momen Membangun Harmoni Sosial. Halal bihalal merupakan salah satu istilah ke agamaan dan fenomena budaya yang hanya dikenal oleh masyarakat indonesia. Dalam konteks Indonesia, Halal Bihalal lazim dilaksanakan pada bulan syawal, seminggu setelah idul fitri, setengah bulan, atau di akhir bulan syawal. Secara agak formal Halal Bihalal biasanya di peringati dengan, kumpul bersama, mengadakan pengajian, dan di akhiri dengan saling maaf memaafkan. Meskipun tujuan Halal Bihalal adalah saling memaafkan antara sesama umat muslim dan masyarakat Indonesia umumnya. Pertanyaannya apakah makna Halal Bihalal yang sesungguhnya?

Dalam tilikan pakar tafsir kita. Quraish Shihab paling tidak ada dua makna yang terkandung dalam istilah halal bihalal. Pertama, dari persepektif linguistik (Kebahasaan), kata halal terambil dari kata halla atau halala yang mempunyai arti, menyelesaikan problem atau kesulitan. Kedua, dari persepektif Qurani, kata halal sering di rangkaikan dengan thayyib yang berarti baik lagi menyenangkan.

Ketiga: Akhlak muara segala ibadah. kalau kita di tanya untuk apakah kita melakukan ibadah ritual dalam berbagai aspeknya? Mungkin kebanyakan kita akan menjawab, untuk menjalani perintah Allah sebagai wujud cinta dan pengabdian kita kepada-Nya serta untuk menggapai kebahagiaan duniawi sekaligus ukhrawi. Tentu saja semua jawaban tersebut tepat, karena memang Allah menciptakan kita semua hanya untuk beribadah kepada-Nya bukan demi kepentingannya, akan tetapi tidak juga keliru jika kita memberi jawaban pelengkap bernada lain atas pertanyaan di atas, yakni semua ibadah ritual yang kita kerjakan adalah untuk membentuk akhlak yang sangat mulia.

Lewat buku ini kita dapat mengetahui, banyaknya hikmah dan juga manfaat yang kita dapatkan dari nilai-nilai Humanisme Islam. Dan kita bisa lebih memperdalami lagi agama islam yang mulia ini. Buku ini juga sangat cocok untuk menjadi pegangan bagi kita para umat muslim, untuk meningkatkan serta menambah ilmu pengetahuan kita tentang agama islam, covernya yang menarik menambah daya tarik kita para pembaca untuk segera membeli dan membacanya.    

            Namun, meskipun demikian tidak lepas dari kekurangan dan juga kesalahan seperti:

1. tidak ada suku kata yang dapat  menjelaskan kosa kata yang tidak kita fahami.

2. terdapat kesalahan pada pengetikan, contohnya: (maslahah / masalah) yang terdapat pada halaman: 97 bab:II

3. tampilan pada setiap halaman kurang menarik, sehingga membuat para              

    pembaca agak bosan dengan tampilannya yang terlalu formal

Itulah sekilas info tentang buku ini, untuk lebih jelasnya jelajahi buku ini sendiri agar bisa menjadi kaca perbandingan untuk kedepannya yang lebih baik lagi.

Ditulis oleh;

Ahmad Fauzi

Alumni TMI Tahun 2018, Mahasiswa Universitas Islam Malang

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *