Dengan Menulis, Apa yang Bisa Kita Perbuat?

Baru tadi malam, kru keredaksian Majalah Al-Qowiyyul Amien ini resmi pindah ke tangan adek-adek kelas 5 untuk masa kepengurusan satu tahun ke depan. Acara memang berjalan normal dan terkesan biasa-biasa saja. Suasana tetap hangat dan semangat serta keharmonian para patriot literasi TMI tetap pada tensinya. Namun, saat selesai menyampaikan satu-dua patah kata kepada teman-teman kru, adek kelas serta pembina, sesuatu yang berupa tanda tanya muncul dalam kepala. Sampai sekarang, untuk apa saya menulis? Dan dengan menulis, apa yang bisa saya perbuat?

Bagi sebagian orang, ‘menulis’ itu adalah sebuah peluang pekerjaan ringan yang dibuntuti oleh beragam penghasilan. Ada yang menganggap ‘menulis’ bisa membuat seseorang menjadi terkenal, kaya raya, dan semacamnya. Ada juga yang menganggap bahwa menulis itu adalah wadah, sebuah tampungan pemikiran yang bisa diisi lalu dituangkan ke area-area sekitarnya dengan mudah.

Jika berbicara mengenai hasil dari ‘menulis’, maka total yang diperoleh bukan hanya sepele tentang materi dan uang.

Orang-orang jaman sekarang kalau sudah berbicara sebuah pekerjaan, sebagian besar akan berpikir tentang berapa penghasilan yang akan didapat dari hasil kerja akhir dari pekerjaan tersebut. Semakin tinggi nilai yang bisa diperoleh, semakin tinggi pula semangat dan usaha yang dikerahkan. Namun, jika hasil dari sebuah pekerjaan tersebut terlihat kecil (walaupun sudah realistis dengan pekerjaan yang dilakukan) maka yang terjadi berikutnya – karena orang-orang ini hanya mencari materi – adalah keluhan yang bermunculan di sepanjang waktu. Kebanyakan, kata ‘instan’ adalah trending utama yang kemudian bermunculan untuk sebuah kesuksesan.

Apa sih alasan utama orang-orang jaman sekarang harus pandai menulis?

(Menurut saya) Menulis itu bukan hanya tentang hobi dan juga lebih dari sekedar sebuah ‘pekerjaan’. Kita lihat saja bagaimana Imam Al-Ghazali menciptakan dunia pemikiran tasawuf yang begitu luas dengan Ihya’ Ulumuddin-­nya, L.G. Alexander dengan konsep pembelajaran bahasa Inggrisnya yang mendunia, Buya Hamka dengan karya fenomenalnya, Tafsir Al-Azhar yang rampung dalam kurungan jeruji besi, Habiburrahman El-Shirazy dengan kekayaan kisah penuh hikmahnya, Radytia Dika dengan cerita-cerita kocaknya yang menghibur serta masih sangat banyak lagi bukti bahwa ‘menulis’ itu memang tidak dengan ‘seenaknya’ bisa selalu dijadikan kegiatan pelarian untuk mencari uang dan materi.

Mari berpikir luas dan jauh ke depan, tentang apa yang bisa kita perbuat dengan ‘menulis’. Ahmad Rifa’i Rif’an dalam sebuah seminar beberapa bulan yang lalu di Gedung Geserna, TMI Putri Al-Amien Prenduan dalam rangkaian acara TMI Menulis 2019 menyadarkan saya akan pentingnya ‘menulis’ dan setelah itu hati saya bergemuruh dengan rasa syukur karena Tuhan telah memberikan saya kesempatan untuk mencicipi salah-satu ilmu keterampilannya yang begitu mengagumkan.

Apa yang dikatakan oleh Ahmad Rifa’i Rif’an?

Betapa mulianya menjadi seorang penulis, betapa berharganya tulisan-tulisan yang mengalir dari setiap jemari kita, yang kelak mungkin akan nemebus dosa kita dengan setumpuk pahala kebaikan karena saat di dunia, banyak orang yang meninggalkan perbuatan dosa karena mereka telah membaca tulisan kita, banyak orang yang melakukan kebaikan setelah sadar dengan membaca tulisan kita. Semoga nanti kita terbelak setelah melihat catatan amal kita lalu berkata ‘Ya Allah, mengapa amal baikku bisa sebanyak ini?’ lalu kemudian Malaikat datang dan berkata pula ‘Banyak orang yang tergerak hatinya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan setelah membaca tulisan-tulisanmu!’

Maka kemudian, pada dasar dan intinya, ‘menulis’ bukan hanya karena sebuah materi yang bergelimangan untuk didapatkan, bukan hanya sebuah pekerjaan yang kecil dan sepele serta dilakukan oleh orang-orang yang tidak punya kekuatan.

Selagi para mujahidin di luar sana berjuang dengan kalimat takbirnya, para pencari keadilan meneriakkan hak-hak mereka, para pejuang perdamaian meluaskan orator kebangkitannya, apa yang sudah kita lakukan untuk membantu kehidupan pulih? Menonton, duduk manis sambil berkomentar sana-sini, mengeluh dan mengecam dalam hati, lalu pergi dengan kesan bahwa itu semua bukan urusan kita pribadi? Dunia beserta kehidupannya sekarang butuh aksi nyata, mari menjadi ‘Al-Ghazali dan tokoh-tokoh pembawa perubahan dan penghias kehidupan yang indah generasi berikutnya, tentu saja dengan ‘menulis’.

*) Moh. Syarif Saifa Abiedillah – Pemred QA tahun 2019-2020 asal Ambunten Sumenep

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *