Di Tengah Pandemi Covid-19 Ini, (Ternyata) Kita Punya Lebih Banyak Waktu untuk Membaca Buku

Hari ahad ini, saya sempat berjalan-jalan menelusuri jalanan internet yang amat-sangat ramai dengan berbagai lalu-lintas kegiatan. Saya memulai perjalanan pada pagi hari dari situs media sosial Instagram dan menemukan Bapak Presiden kita, Ir. H. Joko Widodo memposting dalam akun resmi Instagramnya (@jokowi) sebuah poster ucapan ‘Selamat Hari Buku Nasional 17 Mei 2020’. (Jujur saja, ini merupakan kali pertama saya mengetahui bahwa ada hari penting pada tanggal 17 Mei)

Dalam caption yang ditulis oleh Bapak Presiden Ir. H. Joko Widodo pada postingan tersebut, beliau menyatakan bahwa di tengah-tengah pandemi Covid-19 ini, kita punya lebih banyak waktu untuk membaca buku (buku fisik atau digital).

“Menjalani hari-hari di tengah pandemi Covid-19 ini kita semua hidup dalam keterbatasan. Kegiatan terbatas, pertemuan terbatas, bahkan ruang gerak terbatas. Saat-saat seperti inilah kita punya lebih banyak waktu untuk membaca buku, baik buku fisik maupun buku digital” (IG: @jokowi)

Mengetahui hal ini, saya meneruskan perjalanan menuju web browser dengan mesin pencarian Google dan mengetik ‘satu masalah umum’ berkaitan dengan buku dan membaca. Dalam hitungan detik, Google memunculkan beberapa pintu menuju beberapa tempat yang saya maksud. Salah-satunya pun saya buka dan sangat mengejutkan ketika menemukan satu fakta miris tentang kehidupan saya dan anda sebagai masyarakat Indonesia.

Fakta pertama datang dari data yang dikelola UNESCO, lembaga pendidikan dan kebudayaan dunia ini menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Ini artinya, dalam setiap 1.000 jiwa penduduk Indonesia, hanya ada 1 orang yang rajin membaca. Fakta kedua, sebuah riset bertajuk ‘World’s Most Literate Nations Ranked’ yang dilaksanakan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca – persis satu peringkat di bawah Thailand (59) dan satu peringkat di atas Botswana (61). (www.kominfo.go.id)

Setelah membaca fakta tersebut, saya teringat akan dua buah tulisan pada Majalah Al-Qowiyyul Amien edisi pertama (April 2019). Di sana, Mudir Marhalah Aliyah TMI Putra yang sekaligus merupakan Pembimbing Majalah Al-Qowiyyul Amien menuliskan satu fakta yang sama dengan apa yang barusan saya baca, ditambah dengan satu fakta lagi tentang kuantitas penerbitan buku di negara kita. Dalam tulisan yang berjudul ‘Anak Muda dan Semangat Literasi’ tersebut, beliau memaparkan bahwa Indonesia hanya mampu menerbitkan sekitar 3-4 ribu judul buku baru setiap tahun. Hal ini masih sangat tergolong rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya; seperti Jepang (40.000 judul buku/tahun), Amerika Serikat (77.000 judul buku/tahun), Jerman (59.000 judul buku/tahun), Inggris (43.000 judul buku/tahun), dan Prancis (37.000 judul buku/tahun). Fakta mengenai kuantitas penerbitan buku di Indonesia ini tentu tidak mengherankan, berbanding lurus dengan fakta minat baca sebelumnya.

Selanjutnya, Ahmad Rifa’ie Rif’an (penulis buku ‘Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk’) juga menuliskan fakta yang sama tentang peringkat minat baca Negara kita. Dalam tulisan berjudul ‘Hadapi Era Baru dengan Literasi’ yang juga terbit pada edisi yang sama, Ahmad Rifa’ie Rif’an juga menuliskan sebuah hasil survei tentang minat baca ini; yaitu pada kuartal kedua tahun 2016, Nielsen Consumer & Media View (CMV)menerbitkan hasil survei di 11 kota di Indonesia tentang minat membaca media cetak dan buku pada generasi milenial. Total dari 17.000 responden berusia 10-19 tahun, yang memiliki minat membaca buku hanya 11%, dan hanya 9% untuk media cetak. Mereka lebih berminat menonton televisi (32%), mendengarkan musik (22%), merambah internet (17%), dan berolahraga (44%).

Setelah mengetahui dengan jelas hal ini, saya putuskan untuk pergi ke luar dari halaman browser dan mematikan kendaraan internet saya – mengambil laptop lalu menulis. Lewat tulisan ini, saya pribadi tidak ingin berkoar-koar mengajak para pembaca yang terhormat sekalian untuk mulai beraktivitas membaca. Ya jujur saja, minat baca saya pribadi juga tidak terlalu tinggi, hanya bergantung pada kebutuhan dan menyesuaikan pada ketertarikan saja. Namun, di lain sisi saya juga menyadari betapa pentingnya aktivitas membaca ini. Ada semacam rasa menyesal yang tak mampu digambarkan yang tiba-tiba terasa dalam hati – ‘mengapa saya memandang begitu kecil dan remeh pada satu aktivitas ini?’ Padahal, agama saya pun telah menggariskan pada suatu hal bahwa membaca adalah pintu dari segala ilmu. Lewat satu kata perintah  (اقرأ) dalam Al-Qur’an yang mulia, Allah bahkan telah memerintahkan hambanya untuk membaca.

“Jika hati telah lalai dan jahil akan keagungan Rabbnya, dia akan berani melakukan segala yang ia inginkan walau hal itu terlarang, maka bukalah untuk hatimu pintu-pintu pengetahuan tentang Tuhanmu dengan cara: memperbanyak mengamati dan mengambil pelajaran dari alam ciptaan Allah ini, dan selalu mentadabburi ayat-ayat yang terkandung dalam kitab-kitabNya, oleh karena itu Allah memulai kitabNya (al-Qur’an) pada surah al-‘Alaq dengan (اقرأ) ‘bacalah’ yang merupakan pintu dari sega ilmu.”

Kalimat di atas adalah bagian awal dari tafsir surah Al-’Alaq ayat pertama yang ditulis oleh Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar (mudaris tafsir Universitas Islam Madinah) dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir.

Ya, pada dasarnya, membaca buku adalah jalan paling mudah untuk mencari dan menemukan pengetahuan baru (toh sekarang juga sudah banyak buku versi digital). Tidak hanya itu, lewat kegiatan membaca ini sebenarnya kesempatan kita untuk memupuk pahala kebaikan dimulai; yang dengannya suatu saat sebuah karya tulis berharga yang baik dan bermanfaat untuk kehidupan akan lahir dari gerakan jari-jemari kita. Semoga saja, di tengah wabah virus Covid-19 ini, kita benar-benar bisa memanfaatkan waktu luang untuk lebih banyak membaca buku. Butuh atau tidak, suatu saat nanti apa yang telah kita tangkap dari membaca pada saat ini pasti akan berguna.

Lewat tulisan sederhana ini, saya juga berdoa semoga kemauan yang tinggi akan kembali datang dan menyapa sekaligus menetap dalam hati saya dan anda untuk kembali bertualang dalam lembaran buku. Amien.

“Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” (Mohammad Hatta)

“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya. Maka pastilah bangsa itu akan musnah.” (Milan Kundera)

“Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.” (Tan Malaka)

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2020 dan Hari Buku Nasional 17 Mei 2020.

*Moh. Syarif Saifa Abiedillah – Pemred QA tahun 2019/2020

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *